-->

MAKALAH ANALISIS KEBERSAMBUNGAN SANAD HADITSDILIHAT DARI ASPEK PARA PERAWI HADITS

ANALISIS KEBERSAMBUNGAN SANAD HADITS
DILIHAT DARI ASPEK PARA PERAWI HADITS
(Sejarah dan Thabaqahnya)
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Dirasat Al-Hadits

Dosen Pengampu:
Dr. H. Mujiyo, M.Ag.



Disusun oleh
Moh. Yandi Ramdhani



PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada saya. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa ajaran yang hanif dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Makalah Sejarah Para Perawi Hadits ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dirasat Al-Hadits. Atas terselesaikannya makalah ini, saya sebagai penyusun mengucapkan terimakasih kepada berbagai media yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari, makalah yang saya susun jauh dari kata sempurna, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar saya lebih baik ke depannya. Mudah-mudahan makalah ini menjadi salah satu bagian dari proses meningkatkan pengetahuan Dirasat Al-Hadits.

Bandung, 03 Oktober 2016

                                                                                                 Penyusun
           
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I      PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang................................................................................. 1
B.       Rumusan Masalah............................................................................ 1
C.       Tujuan Pembahasan.......................................................................... 2
BAB II     ANALISIS KEBERSAMBUNGAN SANAD HADITS DILIHAT DARI ASPEK SEJARAH DAN THABAQAH PARA PERAWI HADITS
A.       Tarikh Ar-Ruwah.............................................................................. 3
1.      Definisi....................................................................................... 3
2.      Manfaat ilmu tarikh ar-ruwah.................................................... 3
3.      Kitab-kitab tarikh ar-ruwah....................................................... 4
B.       Thabaqah Ar-Ruwah........................................................................ 4
1.      Definisi....................................................................................... 4
2.      Manfaat ilmu thabaqah ar-ruwah.............................................. 6
3.      Kitab-kitab thabaqah ar-ruwah................................................. 7
C.       Kriteria kebersambungan sanad hadits dilihat dari tarikh dan thabaqah para perawi hadits 7
BAB III   SIMPULAN DAN SARAN
A.       Simpulan......................................................................................... 10
B.       Saran............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang sudah diketahui bahwa peranan hadits bagi umat islam sangatlah penting, ia merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Berbicara hadits tidak terlepas dari yang namanya sanad dan matan, sanad ialah rentetan para perawi hadits yang menukilkan matan dari asalnya yang pertama, sedangkan matan ialah isi haditsnya.
Banyak fakta dalam dunia hadits terjadinya kekeliruan dalam hal sanad atau matan, baik berupa palsunya hadits atau terputusnya sanad kepada Nabi, karena memang hadits tidak secara keseluruhan ditulis di zaman Nabi dengan berbagai alasan.
Dari sanalah timbul beberapa kekhawatiran umat islam terhadap hadits, antara keshahihan dan kemaudu’annya suatu hadits, antara ittishal dan inqitha’nya sanad atau antara marfu’ dan mursalnya pemberitaan hadits, tetapi umat islam zaman sekarang patut berbangga karena penelitian terhadap hadits tersebut sudah dilakukan dan hasilnya telah dibukukan dalam kitab-kitab rijal- al-hadits.
Rijal al-hadits merupakan ilmu yang membahas tentang keadaan para perawi hadits baik dari kalangan sahabat, tabi’in maupun generasi-generasi berikutnya, sehingga dengan adanya ilmu rijal al-hadits pada akhirnya suatu hadits akan diketahui kebersambungan atau terputusnya sanad kepada Nabi.
Sudah selayaknya kita sebagai mahasiswa memahami ilmu rijal al-hadits termasuk di dalamnya terdapat ilmu tarikh ar-ruwah dan thabaqah ar-ruwah yang dapat menganalisis sejarah dan golongan para perawi hadits, yang pada akhirnya suatu hadits dapat disimpulkan kebersambungan atau terputusnya sanad kepada Nabi, agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahami suatu hadits.

B.     Rumusan Masalah
Mengingat keterbatasan kemampuan dan waktu yang dimiliki oleh penulis, maka makalah ini akan difokuskan pada Analisis Kebersambungan Sanad Hadits Dilihat dari Aspek Para Perawi Hadits (Sejarah dan Thabaqahnya), dari pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan, diantaranya:
1.      Apa itu ilmu tarikh ar-ruwah, apa manfaat mempelajarinya dan apa saja kitab-kitabnya
2.      Apa itu ilmu thabaqah ar-ruwah, apa manfaat mempelajarinya dan apa saja kitab-kitabnya
3.      Bagaimana contoh analisis kebersambungan sanad hadits dilihat dari sejarah dan thabaqah para perawi hadits

C.     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah untuk:
1.      Mengetahui definisi ilmu tarikh ar-ruwah, manfaat mempelajarinya dan kitab-kitabnya
2.      Mengetahui definisi ilmu thabaqah ar-ruwah,manfaat mempelajarinya dan kitab-kitabnya
3.      Mengetahui analisis kebersambungan sanad hadits dilihat dari sejarah dan thabaqah para perawi hadits

4.       
BAB II
ANALISIS KEBERSAMBUNGAN SANAD HADITS DILIHAT DARI ASPEK SEJARAH DAN THABAQAH PARA PERAWI HADITS

A.    Sejarah Para Perawi Hadits (Tarikh Ar-Ruwah)
1.      Definisi
Sejarah para perawi hadits dikenal dengan tarikh ar-ruwah, tarikh ar-ruwah ialah suatu ilmu yang membahas tentang kapan dan dimana seorang rawi dilahirkan, dari siapa ia menerima hadits, siapa orang yang pernah mengambil hadits darinya serta kapan dan dimana ia wafat.
Dr. Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib mendefinisikan ilmu tarikh ar-ruwah seperti ini:
هو العلم الذي يعرف برواة الحديث من الناحية التي تتعلق بروايتهم للحديث، فهو يتناول بالبيان احوال الرواة، وبذكر تاريخ ولادة الراوي ووفاته وشيوخه وتاريخ سماعه منهم، ومن روي عنه وبلادهم ومواطنهم ورحلات الراوي وتاريخ قدومه الى البلدان المختلفة وسماعه من بعض الشيوخ قبل الاختلاط أو بعده وغير ذلك مما له صلة بامور الحديث.

2.      Manfaat ilmu tarikh ar-ruwah
Mengetahui tanggal lahir dan wafatnya para rawi merupakan hal yang sangat penting untuk menolak pengakuan seorang rawi yang mengaku pernah bertemu dengan seorang guru yang pernah memberikan hadits kepadanya, padahal setelah diketahui tanggal lahir dan wafat gurunya, mungkin sekali mereka tidak saling bertemu, disebabkan kematian gurunya mendahului daripada kelahirannya.
Jika demikian halnya, maka hadits yang mereka riwayatkan itu sanadnya tidak bersambung. Dengan kata lain manfaat mempelajari ilmu tarikh ar-ruwah itu ialah untuk mengetahui muttashil atau munqathi’nya sanad hadits dan untuk mengetahui marfu’ atau mursalnya pemberitaan hadits.
Mengetahui kampung halaman rawipun penting, yaitu untuk membedakan rawi-rawi yang kebetulan sama namanya akan tetapi berbeda marga dan kampung halamannya. Sebab sebagaimana yang diketahui bahwa rawi-rawi itu banyak yang namanya bersamaan, akan tetapi tempat tinggal mereka berbeda. Penting pula dalam hal apabila rawi yang namanya bersamaan itu sebagiannya ada yang tsiqah, sehingga dapat diterima haditsnya, dan ada yang tidak tsiqah yang menyebabkan harus ditolak haditsnya.
Ada contoh fakta mengenai hal ini, yaitu suatu ketika ‘Ufair bin Ma’dan bercerita: ‘Umar bin Musa pernah datang kepadaku, lalu kutemui dia di mesjid dan seraya ia berkata: “telah bercerita kepada kami guru kamu kalian yang shalih...”. Ketika ia telah banyak bercerita, lalu kupotong ceritanya, “siapa yang kamu maksud dengan guru kami yang shalih itu? Sebutlah namanya agar kami mengetahuinya!”, Jawabnya “yaitu Khalid bin Ma’dan”, “tahun berapa kamu bertemu dengan dia?” tanyaku lebih lanjut, “aku bertemu pada tahun 108 H” jawabnya, “dimana kamu bertemu?” tanyaku lagi, “aku bertemu dengan dia pada waktu perang Armenia” jawabnya, aku membentak: “takutlah kepada Allah hai saudara jangan kau berdusta, bukankah Khalid bin Ma’dan itu wafat pada tahun 104 H? Sedangkan kamu mengatakan bahwa kamu bertemu dengan dia empat tahun sesudah dia wafat, tambahan pula dia tidak pernah mengikuti perang Armenia sama sekali, dia hanya ikut perang Romawi saja”.

3.      Kitab-kitab tarikh ar-ruwah
Kitab-kitab tarikh ar-ruwah dalam sistem penyusunannya beragam sesuai kehendak penyusunnya. Diantara kitab-kitab tarikh ar-ruwah yang harus diketahui oleh penggali sunnah Rasulullah adalah:
§  At-Tarikh Al-Kabir, karya Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (th. 194-252 H).
§  Tarikh Nisabur, karya Imam Muhammad bin ‘Abdullah Al-Hakim An-Nisabury (321-405 H).
§  Tarikh Bagdad, karya Abu Bakar Ahmad ‘Ali Al-Bagdady, yang terkenal dengan nama Al-Khathib Al-Bagdady (392-463H).
§  Al-Ikmal Fi Raf’i Al-Irtiyab ‘An Al-Mu’talif Wa Al-Mukhtalif Min Al-Asma’i Wa Al-kuna Wa Al-Anshab, karya Al-Amir Al-Hafidz Abi Nashr ‘Ali bin Hibatillah bin Ja’far, yang terkenal dengan nama Ibnu Ma’kula Al-Bagdady (421-486 H).
§  Tahdzib Al-Kamal Fi Asma Al-Rijal, karya Al-Hafidz Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mizzay, Ad-Dimasyqy (654-742 H).

B.     Golongan Para Perawi Hadits (Thabaqah Ar-Ruwah)
1.      Definisi
Para ‘ulama mendefinisikan ilmu thabaqah seperti ini:
علم يبحث فيه عن كل جماعة تشترك في أمر واحد
Maksud dari أمر tersebut banyak, diantaranya:
1.      Bersamaan hidup dalam satu masa
2.      Bersamaan tentang umur (kurang lebih)
3.      Bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikh
4.      Bersamaan tentang bertemu syaikh-syaikh
Jadi bisa dikatakan bahwa seorang rawi bisa mempunyai beberapa thabaqah jika ditinjau dari berbagai أمر tersebut.
Contoh jika ditinjau dari perjumpaannya dengan Nabi (shuhbah), para sahabat termasuk dalam thabaqah pertama, para tabi’in termasuk dalam thabaqah kedua, atba’u at-tabi’in termasuk thabaqah ketiga dan seterusnya.
1.      
طبقة
صحابة
2.       تابعين
3.       أتباع التابعين
4.       أتباع أتباع التابعن
5.       ...dst
Dasar penggolongan yang demikian ini adalah sabda Rasulullah Saw.:
خير القرون قرني ثمّ الذين يلونهم ثم الذين يلونهم (رواه البخاري ومسلم)
Namun jika ditinjau dari أمر yang lain, seperti yang duluan masuk Islam atau banyaknya mengikuti perang dsb., thabaqah sahabat itu banyak, para muhadditsin ada yang membagi jumlah thabaqah sahabat menjadi lima thabaqah, sepuluh, dua belas bahkan lebih.
Yang dua belas itu sebagai berikut:
1.       
Thabaqah
Para sahabat yang masuk islam lebih dulu di Makkah
(seperti: Khalifah yang empat dan Bilal bin Abi Rabah).
2.        Para sahabat yang masuk Islam sebelum adanya permusyawaratan orang Quraisy yang bermusyawarah di Dar An-Nadwah.
3.        Para sahabat yang berhijrah ke Habasyah
(seperti: Abu Hurairah, Khatib bin ‘Amr bin Abdi As-Syam, Suhail bin Baidla dan Abu Khudzaifah bin ‘Atabah).
4.        Para sahabat yang menghadiri ‘Aqabah pertama
(seperti: Rafi’ bin Malik, ‘Ubadah bin Shamit dan Sa’ad bin Zararah).
5.        Para sahabat yang menghadiri ‘Aqabah kedua
(seperti: Barra bin Ma’rur, Jabir bin Abdullah bin Jubair dsb.).
6.        Para muhajirin yang pertama, yakni mereka yang menyusul Nabi di Quba’ sebelum sampai di Madinah
(seperti: Ibnu Salamah bin Abi Asad dan ‘Amir bin Rabi’ah).
7.        Para sahabat yang mengikuti perang Badar, mereka sebanyak 313 orang
(seperti: Sa’ad bin Mu’adz dan Al-Miqdad bin Al-Aswad).
8.        Para sahabat yang berhijrah ke Madinah setelah perang Badar dan sebelum Hudaibiyah
(seperti: Al-Mughirah bin Syu’bah).
9.        Para sahabat yang menghadiri Bai’atu Al-Ridwan di Hudaibiyah
(seperti: Salman bin Akwa, Sinan bin Abi Sinan dan ‘Abdullah bin ‘Amr).
10.    Para sahabat yang berhijrah setelah perdamaian Hudaibiyah dan sebelum Makkah dikalahkan
(seperti: Khalid bin Walid dan ‘Amr bin ‘Ash).
11.    Para sahabat yang masuk Islam setelah Makkah terkalahkan
(seperti: Ab Sufyan dan Hakim bin Hazam).
12.    Anak-anak yang melihat Nabi setelah Makkah terkalahkan dan haji wada’
(seperti: Sa’id bin Yazid dan ‘Abdullah bin Tsa’labah).
Contoh sahabat yang mempunyai beberapa thabaqah ialah ‘Utsman bin ‘Affan, ia termasuk dalam thabaqah pertama, ketiga dan ketujuh.
Dalam thabaqah tabi’in para ulama juga berselisih mengenai jumlahnya, menurut Imam Muslim ada tiga thabaqah, menurut Ibnu Sa’ad ada empat thabaqah, sedangkan menurut Al-Hakim ada lima belas thabaqah.
Thabaqah pertama dari para tabi’in ialah tabi’in yang berjumpa dengan sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga (khulafa al-rasyidin, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Thalhah bin Abdillah, Zubair bin Awwam, Abdu Ar-Rahman bin Auf dan Ubaidah bin Jarah).
Thabaqah terakhir ialah para tabi’in yang berjumpa dengan Anas bin Malik r.a. untuk mereka yang berdiam di Basrah, bertemu dengan Saib bin Yazid untuk mereka yang tinggal di Madinah, bertemu dengan Abu Umamah bin Ajlan Al-Bahily bagi mereka yang berdiam di Syam, bertemu dengan Abdullah bin Aufa bagi mereka yang berdiam di hijaz dan bertemu dengan Abu Thufail bagi mereka yang berdiam di Makkah.
2.      Manfaat ilmu tahabaqah
Manfaat ilmu thabaqah ialah untuk mengetahui kemuttashilan atau kemursalan suatu hadits. Sebab suatu hadits tidak dapat ditentukan sebagai hadits muttashil atau mursal kalau tidak diketahui apakah tabi’in yang meriwayatkan hadits dari sahabat itu segenerasi atau tidak, kalau seorang tabi’in itu tidak pernah hidup segenerasi dengan sahabat sudah barang tentu hadits yang diriwayatkannya tidak muttashil atau apa yang didakwakan sebagai sabda atau perbuatan Nabi itu adalah mursal.
3.      Kitab-kitab thabaqah
Kitab-kitab thabaqah termasyhur adalah:
§  At-Thabaqah Al-Kubra, karya Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ Al-Hafidz Katib Al-Waqidy (168-230H).
§  Thabaqah Al-Ruwah, karya Al-Hafidz Abu ‘Amr Khalifah bin Khayyath Asy-Syaibani (240 H).
§  Thabaqah At-Tabi’in, karya Imam Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairy (204-261 H).
§  Thabaqah Al-Muhadditsin wa Al-Ruwah, karya Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad Al-Ashbihany (336-430 H).
§  Thabaqah Al-Hufadz, karya Al-Hafidz Syamsuddin Adz-Dzahaby (673-748 H).
§  Thabaqah Al-Hufadz, karya Jalaluddin As-Suyuthy (849-911 H).

C.    Kriteria kebersambungan sanad hadits dilihat dari tarikh dan thabaqah para perawi hadits
Hadits yang terhimpun dalam kitab-kitab hadits, misalnya dalam al-kutub al-sittah, terdiri dari matan dan sanad. Dalam sanad hadits termuat nama-nama periwayat dan kata-kata atau singkatan kata-kata yang menghubungkan antara masing-masing periwayat dengan periwayat lainnya yang terdekat.
Matan hadits yang shahih belum tentu sanadnya shahih. Sebab, boleh jadi dalam sanad hadits tersebut terdapat masalah sanad, seperti sanadnya tidak bersambung atau salah satu periwayatnya tidak siqat (‘adil atau dhabit).
Setidaknya, ada tiga kriteria ketersambungan sanad, yaitu:
1.      Periwayat hadits yang terdapat dalam sanad hadits yang diteliti semua berkualitas siqat (‘adil atau dhabit).
2.      Masing-masing periwayat menggunakan kata penghubung yang berkualitas tinggi yang sudah disepakati ulama (al-samâ’), yang menunjukkan adanya pertemuan di antara guru dan murid. Istilah yang dipakai untuk al-samâ’ beragam, diantaranya:
حدثنا، سمعت، ذكر لنا، قال لنا، أخبرني، أخبرنا، حدثني
3.      Adanya indikasi kuat perjumpaan mereka, ada tiga indikator yang menunjukkan pertemuan antara mereka [1] terjadi proses guru dan murid, yang dijelaskan oleh para penulis rijâl al-hadits dalam kitabnya, [2] tahun lahir dan wafat mereka diperkirakan adanya pertemuan antara mereka atau dipastikan bersamaan, dan [3] mereka tinggal belajar atau mengabdi (mengajar) di tempat yang sama.
Kita lihat dalam contoh, sanad hadits yang dijadikan objek penelitian di sini adalah hadits riwayat imam Al-Nasa’i dan Abu-Hurairah tentang perencanaan objek dakwah Rasulullah Saw. dalam jangka pendek, yaitu mengislamkan penduduk Makkah. Sanad hadits tersebut terdiri dari tujuh tingkat dengan delapan orang periwayat hadits, karena Al-Zuhri menerima hadits ini dari dua orang gurunya, yaitu Said ibn Al-Musayyab dan Abu Salah.
أخبرنا محمد بن خالد قال حدثنا بِشْر بن شعيب عن أبيه عن الزُّهْرِي قال أخبرني سعيد بن المُسَيَّب وأبو سلمة بن عبد الرحمن أنّ أبا هريرة -رضي الله عنه- قال: قام رسول الله -صلى الله عليه وسلم- حين أنزل عليه {وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأقْرَبِينَ} قال: "يا معشر قريش -أو كلمة نحوها- اشتروا أنفسكم لا أغني عنكم من الله شيئاً يا عباس بن عبد المطلب لا أغني عنك من الله شيئاً يا صفيّةُ عمّةَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- لا أغني عنك من الله شيئاً، ويا فاطمة بنت محمد سَلِيْنِي من مالي ما شئتِ لا أغني عنكِ من الله شيئاً.
Rangkaian periwayatan hadits tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Imam Al-Nasa’i (wafat: 303 H) menerima hadits dari Muhammad ibn Khalid dengan menggunakan kata أخبرنا, kata tersebut menunjukkan adanya proses penerimaan hadits secara al-samâ’. Hal penting yang menjadi pegangan disini adalah bahwa semua penulis kitab rijâl al-hadits mengatakan Imam Al-Nasa’i menerima hadits dari Muhammad ibn Khalid dan Imam Al-Nasa’i adalah satu-satunya murid Muhammad ibn Khalid. Karena itu dapat disimpulkan bahwa periwayat pertama benar-benar menerima hadits dari periwayat kedua (muttasil).
2.      Muhammad ibn Khalid menerima hadits dari Bisyr ibn Syu’aib (wafat: 212 H) dengan menggunakan kata حدثنا, kata tersebut menunjukkan adanya proses penerimaan hadits secara al-samâ’. Dilihat dari tahun wafat dan tempat tinggal mereka memberikan indikasi adanya pertemuan diantara mereka. Muhadditsin sepakat mengatakan bahwa Muhammad ibn Khalid adalah murid Bisyr ibn Syu’aib.
3.      Bisyr ibn Syu’aib menerima hadits dari bapaknya (Syu’aib) dengan menggunakan kata عن. Walaupun menggunakan kata عن, tetapi dapat dipastikan mereka bertemu; dengan beberapa alasan: [1] mereka adalah bapak dan anak, sehingga tempat dan tahun yang terkait dengan mereka tidak ada celah untuk diragukan [2] mereka sama-sama ulama hadits.
4.      Syu’aib menerima hadits dari Al-Zuhri dengan menggunakan kata عن. Mereka sezaman dan mengabdi di tempat yang sama, yaitu di Syam, Makkah dan Madinah. Semua penulis rijâl al-hadits sepakat mengatakan bahwa Syu’aib adalah murid Al-Zuhri dalam bidang hadits.
5.      Al-Zuhri (lahir: 51 H, wafat: 124 H, thabaqah: shigar at-tabi’in) menerima hadits dari Said ibn Al-Musayyab (lahir: 15 H, wafat: 94 H, thabaqah: tabi’in) dengan menggunakan kata أخبرني. Kata tersebut menunjukkan adanya proses penerimaan hadits secara al-samâ’ dan dilihat dari segi tahun wafat dan tempat tinggal mereka memungkinkan adanya pertemuan antara mereka. Namun, yang paling penting adalah mereka sama-sama ulama besar, baik dalam bidang hadits maupun dalam bidang fiqih. Oleh karena itu, muhadditsin sepakat bahwa Al-Zuhri adalah murid Said ibn Al-Musayyab demikian pula terhadap Abu Salamah.
6.      Abu Salamah ibn Abdurrahman dan Said ibn Al-Musayyab menerima hadits dari Abu Hurairah (wafat: 57/58 H) dengan menggunakan kata أنّ. Muhadditsin sepakat bahwa kedua periwayat tersebut adalah murid Abu Hurairah.
7.      Abu Hurairah menerima hadits dari Rasulullah Saw. Dengan menggunakan kata قال. Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah yang paling banyak menerima dan meriwayatkan hadits. Namun, yang dapat menimbulkan pertanyaan menyangkut masalah hadits ini adalah hadits ini muncul atau disabdakan Nabi Muhammad Saw. pada tahun ketiga kenabian, sementara Abu Hurairah pada saat itu belum masuk Islam dan belum pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw., karena Abu Hurairah bertemu Nabi Muhammad Saw. pertama kali pada tahun ketujuh hijriah dan pada waktu itulah Abu Hurairah menyatakan menganut Islam. Ada dua informasi yang dapat menghilangkan keraguan tersebut: [1] hadits tersebut disabdakan berkaitan dengan turunnya ayat Al-Qur’an tentang anjuran kepada Nabi Muhammad Saw. Agar mendakwahi keluarga dekatnya. [2] Ayat tersebut, Nabi sering mengulangnya termasuk di depan Abu Hurairah. Dengan demikian, sanad hadits yang diteliti bersambung dari periwayat pertama sampai kepada Nabi Muhammad Saw.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan
Mempelajari ilmu tawarikh ar-ruwah yang meliputi tahun lahir dan wafat para perawi hadits, dari siapa ia menerima hadits, siapa orang yang pernah mengambil hadits darinya dsb. dan thabaqah ar-ruwah merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui antara shahih dan maudu’nya suatu hadits, antara ittishal dan inqitha’nya sanad atau antara marfu’ dan mursalnya pemberitaan hadits.

B.     Saran
Saya berharap kepada para pembaca agar mampu mengnalisis lebih jauh tentang kebersambungan sanad hadits dari sejarah dan thabaqah para perawi hadits. Dalam hal ini saya juga berharap semoga makalah ini bermanfaat dan dapat dijadikan bahan referensi pada penulisan yang lain. Namun untuk hal-hal yang kurang sempurna saya mohon maaf dan semoga pembaca bisa melengkapi dan menyempurnakan yang belum sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

نور الدين محمد عتر الحلبي. 1997. منهج النقد في علوم الحديث. سورية: دار الفكر دمشق.
محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة البخاري. دس. التاريخ الكبير. حيدر آباد - الدكن: دائرة المعارف العثمانية.
أبو سليمان محمد بن عبد الله. 1410. تاريخ مولد العلماء ووفياتهم. الرياض: دار العاصمة.
أبو عبد الله محمد بن سعد. 1968. الطبقات الكبرى. بيروت: دار صادر.
شمس الدين أبو عبد الله محمد بن أحمد. 1404. المعين في طبقات المحدثين. عمان - الأردن: دار الفرقان.

M. Isa H.A. Salam. 2004. Metodologi Kritik Hadits. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Fatchur Rahman. 1985. Ikhtisar Musthalahu’l-Hadits. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
A. Qadir Hassan. 2007. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: Diponegoro.

https://id.wikipedia.org/wiki/

ANALISIS KEBERSAMBUNGAN SANAD HADITSDILIHAT DARI ASPEK PARA PERAWI HADITS by Yandi Ramdhani
Related Posts